Di kehidupan kita seringkali didesak oleh berbagai kebutuhan yang di luar dugaan. Sehingga kita berupaya memenuhinya dengan meminjam atau berutang baik kepada saudara, kerabat, perbankan atau pihak lain. Di dalam ajaran Islam, utang diperbolehkan jika situasi dan kondisi yang mendesak. Namun kita harus segera melunasinya jika sudah ada kemampuan untuk membayarnya dan tidak mengingkari kesepakatan. Karena jika tidak diselesaikan di dunia, kita akan diminta pertanggungjawaban di akhirat.
Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadist berikut :
“Allah mengampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang.”(HR. Muslim)
Dalam hadist tersebut dijelaskan orang yang mati syahid yang jelas-jelas dijanjikan akan masuk surga dan diampuni segala dosanya karena telah berjuang demi agama pun tidak mendapatkan pengampunan karena hutangnya, bagaimana dengan seseorang yang kematiannya belum jelas keimanannya? Mengapa sebuah hutang dapat menghambat dihisabnya suatu amalan, sekalipun itu adalah orang yang meninggal dalam keadaan mati syahid?
Hal tersebut dikarenakan utang merupakan tanggungan yang menyangkut haqqul adami ( hubungan sesama manusia). Selama orang yang memiliki utang( berutang) belum juga membayar dan orang yang dihutangi belum juga merelakan orang yang berutang tersebut, dia akan tetap diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Berutang memiliki resiko yang sangat besar, karena bisa menjadikan seseorang tidak tenang, gelisah, ketakutan, kelelahan atas utang yang melilitnya. Utang akan berpotensi dosa apabila tidak melunasinya. Jika seseorang meninggal maka utang akan menjadi tanggungjawab atau kewajiban ahli waris untuk membayarnya. Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan kepada umatnya. Sebagaimana dengan kasus utang piutang, berutang bisa menjadi jalan keluar ketika terhimpit permasalahan dan sangat diharuskan baginya untuk berutang karena mendesak.
Hal yang terpenting dalam berutang adalah bagaimana yang berutang mempunyai keinginan untuk membayarnya dan segera melunasi utangnya. Sebagai umat muslim yang bertaqwa kita diwajibkan untuk berikhtiar dengan segala daya dan upaya termasuk ikhtiar do’a untuk melunasi utang.
Di dalam kitabnya Qirthos Al-Habib Ali bin Hasan Alathas menjelaskan dalam satu riwayat sebagai berikut:
” Barangsiapa shalat dua rakaat sebelum fajar, yang mana di setiap rakaat nya surat Al-fatihah, ayat kursi 3 kali, surat Al- Kafirun 1 kali dan surat Al-Ikhlas 11 kali, kemudian setelah shalat membaca subhanallah wabi hamdihi subhanallahil adhim astaghfirullah sebanyak 100 kali, maka Allah akan mempermudah orang tersebut dalam melunasi utangnya dan melapangkan segala rejekinya.”
Doa pelunas utang yang lainnya yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang bisa kita amalkan sebagaimana diriwayatkan Sayyidina Ali dan dicantumkan oleh imam An- Nawawi dalam karyanya Al-Adzkar.
َللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allâhummakfinî fi halâlika ‘an harâmik, wa aghninî bi fadhlika ‘amman siwâk
Artinya :
” Tuhanku cukupilah diriku dengan jalan (harta) yang Engkau halalkan, bukan jalan ( harta) yang Engkau haramkan, dan lengkapilah diriku dengan kemurahan-Mu, bukan kemurahan selain diri-Mu.”
Atas izin Allah apabila kita mau berikhtiar dengan sungguh-sungguh, berdo’a, melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah akan memudahkan segala urusan dan melapangkan rejeki, sehingga kita dapat melunasi utang dengan segera.
Maka segeralah bayar utang jika kita telah diberikan kemampuan untuk membayarnya. Karena dikatakan sebagian orang dzalim adalah mereka yang senantiasa menunda-nunda utangnya padahal dia mempunyai kemampuan untuk membayarnya.